Senin, 08 Januari 2018

Clothing Line Ivi.



Clothing line Ivi.

Ivi masih berusia empat belas tahun saat mulai mendesain baju-bajunya. Baju-baju polosnya diubah menjadi baju super keren dihadapan teman-temannya. Mulai dari cutting sampai pewarnaan diurus sendiri oleh Ivi. Sepatu kanvas polos juga tak ketinggalan. Dan mulai dari kelas tiga SMP ia sudah menerima order, temannya cukup melihat dimajalah model baju atau sepatu yang lucu dan dengan memesan ke Ivi mereka bisa hemat sampai ratusan ribu.
                                                            ***
Seperti pagi itu misalnya,
“Vi, aku mau baju kayak gini bisa ga?” tanya Helena salah seorang kakak kelasnya. Saat itu Ivi sudah kelas satu SMA.
 “yang ini ya kak? Aku usahain ya,kak. Warna dasarnya mau biru muda juga atau gimana?” tanya Ivi sopan.
“kayaknya Lila bagus,deh,Vi. Ukuran L ya. Berapaan itu?” tanya Helena lagi.
“ga tau kak, tergantung bahan bakunya, paling sekitar seratus ribu.” Ujar Helena. Helena melihat kearah majalahnya, disitu tertulis nama toko dan harganya.. jauh beda, harga aslinya 899000!
“em, iya deh. Boleh. Kutunggu ya. Nanti kalau udah anta raja kekelas ku. XI ipa 3.” Helena pun pamit undur diri.
Delapan hari kemudian,
“Kak Helena!” panggil Ivi saat dikantin,
“Eh,Ivi.. Gimana,Vi, baju ku?” tanya Helena.
“Iya kak, Ini aku memang mau ngantar. Mau dicoba dulu atau gimana?” tanya Ivi.
“iya,deh. Temenin aku ketoilet ya.” Setelah izin dulu dengan teman-temannya Helena pun ketoilet bersama Ivi dan mencocokan baju pesanannya.
 “pas banget,Vi! Ini malah lebih bagus dari diMajalah! Kamu tambahin kancing ditangannya jadi tambah bagus!” Puji Helena, Ivi mau tak mau senang mendengar pujian dari Helena.
“berapa,Vi?” tanya Helena.
Baju kak Helena (XI ipa 3)
Mini dress polos    rp. 25000-,oo
Cat Pakaian Magenta  rp. 5000
Kancing emas rp. 5000
Benang & lainnya rp. 5000
Pita rp. 7500
Cat textile rp. 12500
Total rp. 60.000
 “ini kan notanya.” Helena mengambil nota dari tangan Ivi.
Helena mengambil dompet bergambar beruang dari dalam tasnya sementara Ivi melipat baju itu lalu memasukkanya kedalam pelastik. Helena menjulurkan uang lima puluh ribu dan duapuluh ribuan lalu menyerhkannya pada Ivi.
“bentar ya kak kembalinya,”
“ga usah,Vi. Kamukan juga perlu ongkos ambil aja.” Bel berbunyi, Ivi pergi meninggalkan Helena setelah mengucapkan terimakasih
                                                            ***
            Mulai hari itu banyaklah pesanan yang Ivi terima, tapi Ivi tak mau mengambil pesanan baru jika yang sebelumnya belum selesai, “takut lupa” begitulah ujarnya. Tapi mereka dimasukkan kedalam waiting list agar pesanan mereka tetap terurut. Biasanya Ivi menyelesaikan pesanan dalam 3-7 hari, tergantung tingkat kerumitannya. Dan sekarangpun Ivi mematok keuntungan 10% tergantung harga modal. Dalam satu bulan biasanya ivi bisa mendapat 5-8 pesanan dan mendapat keuntungan rata-rata 60.000 per bulan. Ivi memutuskan untuk menabungnya dari pada dipakai untuk hal tidak jelas.
                                                            ***
            Liburan sekolah sudah tiba, liburan sebulan artinya tak ada pesanan yang juga berarti tak ada pemasukan. Tapi, Ivi tak semudah itu kehabisan akal, ia memutuskan membuat aneka macam barang-barang selama liburan, tabungannya selama ini dari hasil laba dikeluarkannya untuk modal. Ia membeli beberapa dress polos ukuran L –karena ukuran itu paling banyak dipesan. Tapi dia menambahkan juga masing-masing satu baju ukuran S-M- dan XL. Ia meminjam majalah bekas tetangganya dan membeli beberapa meter kain dan aneka pernak-pernik lainnya.
            Dalam dua hari, Ivi dan dibantu kakaknya yang kebetulan libur kuliah dari Bandung membuat banyak barang, mulai dari anting dan kalung yang bisa diselesaikan dalam waku satu-dua hari, baju & rok yang bisa diselesaikan dalam empat hari dan aneka sepatu dengan ukuran rata-rata 40. Dalam satu bulan, satu lusin asesoris, 8 buah pakaian dan enam pasang sepatu kanvas siap dijual.
            Aneka accecoris dijual dengan harga mulai dari 5 sampai 10000. Baju dan rok dijual mulai dari 50000 dan sepatu dijual dari harga 35000.
                                                            ***
            Hari pertama sekolah Helena sudah datang dengan sumringah membawa majalah remajanya.
“Ivi.. ada yang baru lohhh?” ujar Helena ja’il mengikuti iklan makanan ringan di Televisi.
“pesenan,kak?”tanya Ivi cepat-cepat. Helena mengangguk mantab.
“Maaf kak, dari pada kakak mesan, ntar mending kakak tunggu bazaar sekolah bulan depan aja, aku mau buka stand. Dari pada kakak mesan sekarang.”
“kamu bukan stand disana??” tanya Helena antusias..
“iya kak.. oke-oke kutunggu ya,” Helena baru saja mau keluar meninggalakan Ivi saat gadis itu memanggilnya lagi
“Kak, aku boleh minjem majalah bekas kakak ga? Aku kekurangan ide nih..”ujar Ivi malu-malu.
“Oh,ya udah, nanti sore kamu ikut kerumah aku aja ya.”
                                                                        ***
            “Nih kak, aku udah minjem majalah sama kakak kelas aku.” Fanny segera membuka-buka majalah yang dipinjam adiknnya itu dan melihat-lihat.
“Mari kita kerja!”Ujar Fanny semangat, walau jam sudah menunjukan pukul tiga sore.
Pukul tujuh malam Fanny dan Ivi menyudahi aktifitas mereka lalu melanjutkan makanan sedangkan Ivi tak boleh melupakan tuganya sebagai pelajar, yaitu belajar. Saat ini dia sudah masuk kelas XI dan tinggal setahun lagi untuk ia meninggalkan bangku SMA.
            “Vi, gimana kalau baju-baju kamu kasih merk..” saran Fanny.
“ide bagus tuh kak! Tapi carannya gimana?” tanya Ivi.
“diobras trus kamu jahit, minta izin sama mama gih pake mesin jahit usang ituhhh..” Ujar Fanny sambil menunjuk kearah sebuah mesin jahit disudut ruangan.
                                                            ***
“ya sudah, tapi beli minyak mesin dulu gih sana. Nih uangnya,” Fanny pun menemani Ivi untuk membeli minyak mesin jahit ditoko langganan mama.
“Udah mama aja yang jahit, ntar tangan kamu kenapa-napa!”ujar mama, Ivi pun menyerahkan baju dan rok hasil karyanya kemama. Sedangkan harganya ditulis dikertas tebal dan dibolongkan disudutnya dengan alat pembolong lalu dikaitkan ujungnya dengan benang wol, diujung lainnya ditancapkan peniti
“Jadi,deh!” Ujar Fanny.
“Kak besok bantuin aku ya, standnya kan buka tiga hari..”
“Gampang lah,. Asal ada camilannya tak masalah..” ujar Fanny, mereka berdua terkekeh geli, lanjutnya, “eh kan masih ada sisa kain bikin aja Moon by Ivi Clothing Line, nanti kita tancapkan pakai paku payung. Gimana??” tanya Fanny..
“Great Idea kak!”
                                                                        ***
Hari yang ditunggu-tunggu pun sudah datang, Gambar bulan sabit disusul tulisan ‘moon by Ivi’ yang ditulis dengan cat textile
Lalu ia membuat selebaran dengan mengetiknya, satu lebar kertas ukuran A4 dibuat menjadi 4 brosur lalu dipotokopi 10 rangkap, jadilah 40 brosur siap dibagikan. Dua bulan bekerja, Fanny dan Ivi menghasilkan satu kodi accecoris, satu setengah lusin pakaian dan selusin sepatu kanvas dan heels hasil modifikasi.
                                                            ***
“Mba, numpang tanya,” tanya Helena pada Fanny
“ya,” jawab Fanny sopan setelah meletakkan kacang keatas meja.
“Tau ga ya, tokonya Ivi?”
“Em.. Ini Ivi mba, itu ada tulisannya kok..” Fanny menunjuk kain spanduk yang sudah ditancapkan paku payung.
“Oh,iya bentar ya..” Helena memanggil teman-temannya dan seketika kios mini itu jadi sempit.
“Ini berapaan?” tanya salah seorang gadis.
“Ada harganya kok.” Jawab Fanny.
“Wah yang ini lucu,yaa..” komentar salah seorang pembeli.
“Mba ada yang XL ga ini?” tanya seorang wanita bertubuh gendut.
“Em, kita Cuma satu ukuran. Kalau yang kayak gini aja mau?” tanya Fanny,
“Lucu sih, muat ga ya?” tanyanya sambil melirik ketubuhnya
“Coba aja..” Fanny menunjuk pass room. Bukan ruang pas room hanya ruangan sebesar kamar mandi yang dikelilingin Gorden, Fanny memegangi gorden itu karena kebetulan Ivi sudah kembali habis hunting foto untung dokumentasi.
“ini kacanya,Ren.” Ivi memberikan kaca berukuran besar setelah menyuruh Fanny kembali ke meja kasir.
“Wah, jadi keliatan kurus ya..” ujarnya. “Ya udah saya beli satu deh.” Wanita itu membuka lagi bajunya dalam ruang Pass dan memberikannya pada Ivi.
“ada yang XL lagi ga?” tanyanya antusias. “yang XL Cuma dua,Ren. Yang ini sama yang coklat.” Ujar Ivi pada wanita yang ternyata bernama Rena itu.
“Jadi berapa semua?” tanya Rena pada Fanny setelah cocok dengan ukuran.
“190.000 tambah diskon 10% jadinya..171000 mba.” Ujar Fanny. Setelah memasukkan kedalam plastic putih dan hitam besar Rena memutuskan pulang.
“Besok paling abis ini, Accecoris yang paling laku tuh.”
Sesuai perkiraan dalam dua hari semua stok mereka habis ludes! Jadwal bazaar yang harusnya tiga haripun hanya dua hari mereka ikuti..
“Untungnya.. 325000 dikurang biaya oprasional 75000 yang sudah termasuk CAMILAN fanny jadinya.. 250000 ya.” Fanny terkekeh mendengar penuturan adiknya, bodo amat gitu…

                                                ***
            ‘jumat (5/3) butik Moon by Ivi, Clothes HandMand membuka cabang pertamanya di Singapura. Setelah dua cabang di Malaysia dan belasan cabang di Tanah air kini Moon mencoba mengibarkan sayapnya didunia fesyen Internasional. Brand ini terkenal karena produknya yang kuat,bagus,mengikuti tren dan karena harganya yang miring.
“mimpi saya punya toko di seluruh dunia. Supaya semua orang bisa mengikuti tren tanpa perlu harga mahal.” Begitu ujar Ivi(19) saat ditemui di salah satu butiknya dikawasan Kemang, Jakarta Selatan. Lagi, anak bangsa mengharumkan nama bangsa dengan karyanya.
Ivi hanya tersenyum saat Fanny menunjukan berita itu pada Adiknya sambil menyikut sikunya lemah. Senyum penuh kebanggan.

Waktu yang hilang
Disuatu taman dipinggiran kota Jakarta matahari bersinar terang benerang nyaris membakar kulit dua orang gadis cilik dengan gaun pastel mereka berlari membawa sebuah diary milik masing-masing menulis mimpi mereka kelak. Juga persahabatan mereka.
            Mereka tersenyum dan mengubur buku mereka kedalam tanah yang sudah mereka gali sebelumnya dengan tangan mereka. Mereka  berjanji suatu saat untuk membaca satu sama lain dengan suara lantang. Itu janji mereka.
                                                            ◊◊◊
            Amara menampar Sheri dengan ringannya seolah itu adalah hal yang wajar dan indah. semua berawal dari Amara yang kesal pada Sheri karena Duwe–bule campuran belanda itu yang disukai hampir satu sekolah–ngobrol dengan seorang anak beasiswa macam Sheri. Amara–yang anak pemilik sekolah itu–panas! Royke dan Juanita sahabat Amara menarik Sheri toilet sekolah dan memasukkan kesalah satu bilik, Amara datang dan menamparinya habis-habisan lalu meninggalkannya sendiri disana. Menangis, meraung-raung tepatnya.
                                                            ◊◊◊
            Hari itu, matahari menusuk kulit penduduk Jakarta. Tiara–satu dari dua gadis bergaun pastel itu–berlari menuju rumah Maria, sahabatnya. Mengetuk pintu itu, lama. Tak ada jawaban. Tiara memutuskan untuk pulang
                                                            ◊◊◊
            Keesokan harinya ada gadis pindahan di kelas Amara. Namanya, Cantika. Gadis itu berparas ayu, bertubuh proposional dan berambut panjang. Dia pindahan dari ibu kota Jawa Barat, Bandung. Karena kecantikkannya ia langsung tersohor disatu sekolah. Tak aneh jika kabar itu  juga terdengar sampai kekelas Sheri.
                                                            ◊◊◊
            Disuatu tempat yang terpisah. Maria menangis ingin kembali ke Jakarta. Perjalanan panjang menuju Bandung dihabiskannya hanya untuk menangis. Perih.
                                                            ◊◊◊
            Siang itu, Sheri berjalan lagi menuju taman tempat ia dan sahabatnya menanamkan cita dan impi mereka. melewati rumah yang sudah lama kosong karena ditinggal penghuninnya bertahun-tahun entah kemana.
                                                            ◊◊◊
            Tiap hari tanpa kenal lelah Tiara berjalan menuju rumah Maria, mengetuk pintu sampai lelah. Dan pulang setelah melihat jawaban yang mutlak, Rumah itu kosong.
                                                            ◊◊◊
            Cantika duduk dibangku taman itu menatap pohon camara yang sudah tumbuh sebahunya. Ingatannya tentang masa lalu menari-nari dikepalanya.
                                                            ◊◊◊
            Maria menulis surat sambil terus menangis, ia tak tahu harus mengirimnya kemana. Ia hanya memasukkannya kedalam dus bekas tempat susu dan menyimpannya dikolong tempat tidur.
                                                            ◊◊◊
            Duwe menatap Cantika dalam, mereka ingin melepas segalanya yang terpendam. Kasih sayang dua manusia yang terkurung bertahun-tahun dalam dasar hati mereka.
                                                            ◊◊◊
            “apa ini? Hah?!? Apa?!?” tanya wanita paruh baya itu gusar, “jadi ini yang kamu lakuin selama ini? Bukan belajar tapi malah nulis surat enggak penting macam ini? sia
-sia saya sekolahin kamu tahu!” Pipi maria dihujani tamparan bertubi-tubi. Rambut panjangnya ditarik kasar. Maria terjatuh kelantai kesakitan. Tapi tak ada air mata yang keluar. Maria sudah mati rasa.
◊◊◊
Martin tertidur pulas saat pesawat itu lepas landas menuju Singapura. Kedua orangtuanya memandang Martin penuh harap.
◊◊◊
“APA?!? Operasi Martin sukses,Ma? Berarti Maria akan segera mama jemput?” Tanya maria antusias saking senangnya
“Ya sayang ! ya!” Mama menjawab tak kalah antusias.
◊◊◊
Pesawat itu masuk keawan, sang pilot kehilangan kendali. Pesawat itu berguncang dashat. Semua penumpang yang sudah berpelampun diturunkan melalui pintu darurat yang berada dikanan-kiri pesawat.
◊◊◊
Cantika duduk disana ditemani Duwe. Tangan mereka saling bertautan. Rasa rindu yang selama ini mereka simpan keluar sudah. Berputar-putar dalam perut mereka seolah roller-coaster dan siap dimuntahkan. Tapi, hanya air mata yang keluar. Sukacita.
◊◊◊
“Hah itukan Duwe daan,, Cantika??” Sheri bertanya penuh selidik. Ia memutuskan menghampiri mereka berdua.
Cantika menggali tanah didepannya dengan sigap dibantu Duwe saat Sheri tiba-tiba datang.
“Apa yang kalian lakukan!?!” Pekik Sheri kaget melihat pohon cemaranya hampir dihancurkan oleh dua manusia didepannya itu.
“Ma… Maafkan kami! Maaf,Sher! Cantika hanya ingin mengambil diarynya yang ia kubur disini lima tahun silam! Sungguh!” Duwe dan Cantika tampak terkejut.
Ta..tanda lahir itu? benarkah itu dia? Tak mungkin! Tapi, buku harian? Itu pasti dia!
Maria! Kaukah itu?” Cantika tercengang, tak ada yang memanggilnya dengan nama kecilnya, Duwe sekalipun. Apalagi mengingat dia sudah mualaf sekarang. Cantika menarik napas panjang.
“Ya,Tiara. Ini aku.” Ujar Cantika bersungguh-sungguh.
Duwe memandang dua manusia itu, sahabat yang sudah bertahun-tahun terpisah kini sedang berpelikan erat.
“Kau mengenal Duwe, Mar?” Tanya Sheri penuh selidik. Cantika tersenyum tipis.
“kau ingat Martin, ini dia!”Tunjuk Cantika pada Duwe.
“Adikmu?” Cantika mengangguk, Sheri tak percaya “Tak mungkin!”
“Dulu, mama menitipkan ku ke tante Mulya karena Martin harus operasi Leukimia di Singapura. Sepulang dari Singapura, pesawat yang mereka tumpangi jatuh, hanya Martin yang selamat. Mendengar itu tante Mulya memasukkan kami ke Panti Asuhan. Martin dibawa ke Belanda dan aku tetap di Bandung. Aku jadi Mualaf setahun kemudian. tiga bulan lalu, aku mendengar bahwa Martin sudah pindah ke Jakarta dan dipanggil Duwe. Kebetulan orang tua angkatku juga mau pindah ke Jakarta. Aku memaksa masuk sekolah ini, padahal jelas biaya disini tak murah dibanding sekolah lainnya. Tapi, tak apa. Demi Martin.” Cantika berusaha keras menahan air matanya yang akhirnya jatuh juga.”
◊◊◊
Hari yang indah disekolah, Duwe, cantika, dan Sheri berjalan bersama menuju kantin. Amara menatap mereka bingung. “Kok si anak beasiswa itu bisa akrab dengan Cantika dan Duwe?” Tapi Royke dan Juanita hanya mengangkat bahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

VC 7 POSTTEST : MASALAH KONKURENS

a. Jelaskan 2 metode untuk menjamin SERIALIZABILITY b. Pada Metode Locking  untuk transaksi terus menahan suatu kunci sampai dilepaskan s...