Clothing
line Ivi.
Ivi
masih berusia empat belas tahun saat mulai mendesain baju-bajunya. Baju-baju
polosnya diubah menjadi baju super keren dihadapan teman-temannya. Mulai dari
cutting sampai pewarnaan diurus sendiri oleh Ivi. Sepatu kanvas polos juga tak
ketinggalan. Dan mulai dari kelas tiga SMP ia sudah menerima order, temannya
cukup melihat dimajalah model baju atau sepatu yang lucu dan dengan memesan ke
Ivi mereka bisa hemat sampai ratusan ribu.
***
Seperti
pagi itu misalnya,
“Vi, aku mau baju kayak
gini bisa ga?” tanya Helena salah seorang kakak kelasnya. Saat itu Ivi sudah
kelas satu SMA.
“yang ini ya kak?
Aku usahain ya,kak. Warna dasarnya mau biru muda juga atau gimana?” tanya Ivi
sopan.
“kayaknya Lila bagus,deh,Vi.
Ukuran L ya. Berapaan itu?” tanya Helena lagi.
“ga tau kak, tergantung
bahan bakunya, paling sekitar seratus ribu.” Ujar Helena. Helena melihat kearah
majalahnya, disitu tertulis nama toko dan harganya.. jauh beda, harga aslinya
899000!
“em, iya deh. Boleh.
Kutunggu ya. Nanti kalau udah anta raja kekelas ku. XI ipa 3.” Helena pun pamit
undur diri.
Delapan hari kemudian,
“Kak Helena!” panggil
Ivi saat dikantin,
“Eh,Ivi.. Gimana,Vi,
baju ku?” tanya Helena.
“Iya kak, Ini aku memang
mau ngantar. Mau dicoba dulu atau gimana?” tanya Ivi.
“iya,deh. Temenin aku
ketoilet ya.” Setelah izin dulu dengan teman-temannya Helena pun ketoilet
bersama Ivi dan mencocokan baju pesanannya.
“pas banget,Vi!
Ini malah lebih bagus dari diMajalah! Kamu tambahin kancing ditangannya jadi
tambah bagus!” Puji Helena, Ivi mau tak mau senang mendengar pujian dari
Helena.
“berapa,Vi?” tanya
Helena.
Baju kak
Helena (XI ipa 3)
Mini dress
polos rp. 25000-,oo
Cat Pakaian
Magenta rp. 5000
Kancing emas
rp. 5000
Benang &
lainnya rp. 5000
Pita rp. 7500
Cat textile
rp. 12500
Total rp.
60.000
|
“ini
kan notanya.” Helena mengambil nota dari tangan Ivi.
Helena mengambil dompet
bergambar beruang dari dalam tasnya sementara Ivi melipat baju itu lalu
memasukkanya kedalam pelastik. Helena menjulurkan uang lima puluh ribu dan
duapuluh ribuan lalu menyerhkannya pada Ivi.
“bentar ya kak
kembalinya,”
“ga usah,Vi. Kamukan
juga perlu ongkos ambil aja.” Bel berbunyi, Ivi pergi meninggalkan Helena
setelah mengucapkan terimakasih
***
Mulai hari itu banyaklah pesanan yang Ivi terima, tapi Ivi tak mau mengambil
pesanan baru jika yang sebelumnya belum selesai, “takut lupa” begitulah
ujarnya. Tapi mereka dimasukkan kedalam waiting list agar pesanan mereka tetap
terurut. Biasanya Ivi menyelesaikan pesanan dalam 3-7 hari, tergantung tingkat
kerumitannya. Dan sekarangpun Ivi mematok keuntungan 10% tergantung harga
modal. Dalam satu bulan biasanya ivi bisa mendapat 5-8 pesanan dan mendapat keuntungan
rata-rata 60.000 per bulan. Ivi memutuskan untuk menabungnya dari pada dipakai
untuk hal tidak jelas.
***
Liburan sekolah sudah tiba, liburan sebulan artinya tak ada pesanan yang juga
berarti tak ada pemasukan. Tapi, Ivi tak semudah itu kehabisan akal, ia
memutuskan membuat aneka macam barang-barang selama liburan, tabungannya selama
ini dari hasil laba dikeluarkannya untuk modal. Ia membeli beberapa dress polos
ukuran L –karena ukuran itu paling banyak dipesan. Tapi dia menambahkan juga
masing-masing satu baju ukuran S-M- dan XL. Ia meminjam majalah bekas
tetangganya dan membeli beberapa meter kain dan aneka pernak-pernik lainnya.
Dalam dua hari, Ivi dan dibantu kakaknya yang kebetulan libur kuliah dari
Bandung membuat banyak barang, mulai dari anting dan kalung yang bisa
diselesaikan dalam waku satu-dua hari, baju & rok yang bisa diselesaikan
dalam empat hari dan aneka sepatu dengan ukuran rata-rata 40. Dalam satu bulan,
satu lusin asesoris, 8 buah pakaian dan enam pasang sepatu kanvas siap dijual.
Aneka accecoris dijual dengan harga mulai dari 5 sampai 10000. Baju dan rok
dijual mulai dari 50000 dan sepatu dijual dari harga 35000.
***
Hari pertama sekolah Helena sudah datang dengan sumringah membawa majalah
remajanya.
“Ivi.. ada yang baru
lohhh?” ujar Helena ja’il mengikuti iklan makanan ringan di Televisi.
“pesenan,kak?”tanya Ivi
cepat-cepat. Helena mengangguk mantab.
“Maaf kak, dari pada
kakak mesan, ntar mending kakak tunggu bazaar sekolah bulan depan aja, aku mau
buka stand. Dari pada kakak mesan sekarang.”
“kamu bukan stand
disana??” tanya Helena antusias..
“iya kak.. oke-oke
kutunggu ya,” Helena baru saja mau keluar meninggalakan Ivi saat gadis itu
memanggilnya lagi
“Kak, aku boleh minjem
majalah bekas kakak ga? Aku kekurangan ide nih..”ujar Ivi malu-malu.
“Oh,ya udah, nanti sore
kamu ikut kerumah aku aja ya.”
***
“Nih kak, aku udah minjem majalah sama kakak kelas aku.” Fanny segera
membuka-buka majalah yang dipinjam adiknnya itu dan melihat-lihat.
“Mari kita kerja!”Ujar
Fanny semangat, walau jam sudah menunjukan pukul tiga sore.
Pukul tujuh malam Fanny
dan Ivi menyudahi aktifitas mereka lalu melanjutkan makanan sedangkan Ivi tak
boleh melupakan tuganya sebagai pelajar, yaitu belajar. Saat ini dia sudah
masuk kelas XI dan tinggal setahun lagi untuk ia meninggalkan bangku SMA.
“Vi, gimana kalau baju-baju kamu kasih merk..” saran Fanny.
“ide bagus tuh kak! Tapi
carannya gimana?” tanya Ivi.
“diobras trus kamu
jahit, minta izin sama mama gih pake mesin jahit usang ituhhh..” Ujar Fanny
sambil menunjuk kearah sebuah mesin jahit disudut ruangan.
***
“ya sudah, tapi beli
minyak mesin dulu gih sana. Nih uangnya,” Fanny pun menemani Ivi untuk membeli
minyak mesin jahit ditoko langganan mama.
“Udah mama aja yang
jahit, ntar tangan kamu kenapa-napa!”ujar mama, Ivi pun menyerahkan baju dan
rok hasil karyanya kemama. Sedangkan harganya ditulis dikertas tebal dan
dibolongkan disudutnya dengan alat pembolong lalu dikaitkan ujungnya dengan
benang wol, diujung lainnya ditancapkan peniti
“Jadi,deh!” Ujar Fanny.
“Kak besok bantuin aku
ya, standnya kan buka tiga hari..”
“Gampang lah,. Asal ada
camilannya tak masalah..” ujar Fanny, mereka berdua terkekeh geli, lanjutnya,
“eh kan masih ada sisa kain bikin aja Moon by Ivi Clothing Line, nanti kita
tancapkan pakai paku payung. Gimana??” tanya Fanny..
“Great Idea kak!”
***
Hari
yang ditunggu-tunggu pun sudah datang, Gambar bulan sabit disusul tulisan ‘moon
by Ivi’ yang ditulis dengan cat textile
Lalu ia membuat
selebaran dengan mengetiknya, satu lebar kertas ukuran A4 dibuat menjadi 4
brosur lalu dipotokopi 10 rangkap, jadilah 40 brosur siap dibagikan. Dua bulan
bekerja, Fanny dan Ivi menghasilkan satu kodi accecoris, satu setengah lusin
pakaian dan selusin sepatu kanvas dan heels hasil modifikasi.
***
“Mba, numpang tanya,”
tanya Helena pada Fanny
“ya,” jawab Fanny sopan
setelah meletakkan kacang keatas meja.
“Tau ga ya, tokonya
Ivi?”
“Em.. Ini Ivi mba, itu
ada tulisannya kok..” Fanny menunjuk kain spanduk yang sudah ditancapkan paku
payung.
“Oh,iya bentar ya..”
Helena memanggil teman-temannya dan seketika kios mini itu jadi sempit.
“Ini berapaan?” tanya
salah seorang gadis.
“Ada harganya kok.”
Jawab Fanny.
“Wah yang ini
lucu,yaa..” komentar salah seorang pembeli.
“Mba ada yang XL ga
ini?” tanya seorang wanita bertubuh gendut.
“Em, kita Cuma satu
ukuran. Kalau yang kayak gini aja mau?” tanya Fanny,
“Lucu sih, muat ga ya?”
tanyanya sambil melirik ketubuhnya
“Coba aja..” Fanny
menunjuk pass room. Bukan ruang pas room hanya ruangan sebesar kamar mandi yang
dikelilingin Gorden, Fanny memegangi gorden itu karena kebetulan Ivi sudah
kembali habis hunting foto untung dokumentasi.
“ini kacanya,Ren.” Ivi
memberikan kaca berukuran besar setelah menyuruh Fanny kembali ke meja kasir.
“Wah, jadi keliatan
kurus ya..” ujarnya. “Ya udah saya beli satu deh.” Wanita itu membuka lagi
bajunya dalam ruang Pass dan memberikannya pada Ivi.
“ada yang XL lagi ga?”
tanyanya antusias. “yang XL Cuma dua,Ren. Yang ini sama yang coklat.” Ujar Ivi
pada wanita yang ternyata bernama Rena itu.
“Jadi berapa semua?”
tanya Rena pada Fanny setelah cocok dengan ukuran.
“190.000 tambah diskon
10% jadinya..171000 mba.” Ujar Fanny. Setelah memasukkan kedalam plastic putih
dan hitam besar Rena memutuskan pulang.
“Besok paling abis ini,
Accecoris yang paling laku tuh.”
Sesuai perkiraan dalam
dua hari semua stok mereka habis ludes! Jadwal bazaar yang harusnya tiga
haripun hanya dua hari mereka ikuti..
“Untungnya.. 325000
dikurang biaya oprasional 75000 yang sudah termasuk CAMILAN fanny jadinya.. 250000
ya.” Fanny terkekeh mendengar penuturan adiknya, bodo amat gitu…
***
‘jumat (5/3) butik Moon by Ivi, Clothes
HandMand membuka cabang pertamanya di Singapura. Setelah dua cabang di Malaysia
dan belasan cabang di Tanah air kini Moon mencoba mengibarkan sayapnya didunia
fesyen Internasional. Brand ini terkenal karena produknya yang
kuat,bagus,mengikuti tren dan karena harganya yang miring.
“mimpi
saya punya toko di seluruh dunia. Supaya semua orang bisa mengikuti tren tanpa
perlu harga mahal.” Begitu ujar Ivi(19) saat ditemui di salah satu butiknya
dikawasan Kemang, Jakarta Selatan. Lagi, anak bangsa mengharumkan nama bangsa
dengan karyanya.
Ivi hanya tersenyum saat
Fanny menunjukan berita itu pada Adiknya sambil menyikut sikunya lemah. Senyum
penuh kebanggan.
Waktu yang hilang
Disuatu taman
dipinggiran kota Jakarta matahari bersinar terang benerang nyaris membakar
kulit dua orang gadis cilik dengan gaun pastel mereka berlari membawa sebuah diary
milik masing-masing menulis mimpi mereka kelak. Juga persahabatan mereka.
Mereka tersenyum dan mengubur buku mereka kedalam tanah yang sudah mereka gali
sebelumnya dengan tangan mereka. Mereka berjanji suatu saat untuk membaca
satu sama lain dengan suara lantang. Itu janji mereka.
◊◊◊
Amara menampar Sheri dengan ringannya seolah itu adalah hal yang wajar dan
indah. semua berawal dari Amara yang kesal pada Sheri karena Duwe–bule campuran
belanda itu yang disukai hampir satu sekolah–ngobrol dengan seorang anak
beasiswa macam Sheri. Amara–yang anak pemilik sekolah itu–panas! Royke dan
Juanita sahabat Amara menarik Sheri toilet sekolah dan memasukkan kesalah satu
bilik, Amara datang dan menamparinya habis-habisan lalu meninggalkannya sendiri
disana. Menangis, meraung-raung tepatnya.
◊◊◊
Hari itu, matahari menusuk kulit penduduk Jakarta. Tiara–satu dari dua gadis
bergaun pastel itu–berlari menuju rumah Maria, sahabatnya. Mengetuk pintu itu,
lama. Tak ada jawaban. Tiara memutuskan untuk pulang
◊◊◊
Keesokan harinya ada gadis pindahan di kelas Amara. Namanya, Cantika. Gadis itu
berparas ayu, bertubuh proposional dan berambut panjang. Dia pindahan dari ibu
kota Jawa Barat, Bandung. Karena kecantikkannya ia langsung tersohor disatu
sekolah. Tak aneh jika kabar itu juga terdengar sampai kekelas Sheri.
◊◊◊
Disuatu tempat yang terpisah. Maria menangis ingin kembali ke Jakarta.
Perjalanan panjang menuju Bandung dihabiskannya hanya untuk menangis. Perih.
◊◊◊
Siang itu, Sheri berjalan lagi menuju taman tempat ia dan sahabatnya menanamkan
cita dan impi mereka. melewati rumah yang sudah lama kosong karena ditinggal
penghuninnya bertahun-tahun entah kemana.
◊◊◊
Tiap hari tanpa kenal lelah Tiara berjalan menuju rumah Maria, mengetuk pintu
sampai lelah. Dan pulang setelah melihat jawaban yang mutlak, Rumah itu kosong.
◊◊◊
Cantika duduk dibangku taman itu menatap pohon camara yang sudah tumbuh
sebahunya. Ingatannya tentang masa lalu menari-nari dikepalanya.
◊◊◊
Maria menulis surat sambil terus menangis, ia tak tahu harus mengirimnya
kemana. Ia hanya memasukkannya kedalam dus bekas tempat susu dan menyimpannya
dikolong tempat tidur.
◊◊◊
Duwe menatap Cantika dalam, mereka ingin melepas segalanya yang terpendam.
Kasih sayang dua manusia yang terkurung bertahun-tahun dalam dasar hati mereka.
◊◊◊
“apa ini? Hah?!? Apa?!?” tanya wanita paruh baya itu gusar, “jadi ini yang kamu
lakuin selama ini? Bukan belajar tapi malah nulis surat enggak penting macam
ini? sia
-sia saya sekolahin kamu
tahu!” Pipi maria dihujani tamparan bertubi-tubi. Rambut panjangnya ditarik
kasar. Maria terjatuh kelantai kesakitan. Tapi tak ada air mata yang keluar.
Maria sudah mati rasa.
◊◊◊
Martin tertidur
pulas saat pesawat itu lepas landas menuju Singapura. Kedua orangtuanya
memandang Martin penuh harap.
◊◊◊
“APA?!? Operasi
Martin sukses,Ma? Berarti Maria akan segera mama jemput?” Tanya maria antusias
saking senangnya
“Ya sayang ! ya!”
Mama menjawab tak kalah antusias.
◊◊◊
Pesawat itu masuk
keawan, sang pilot kehilangan kendali. Pesawat itu berguncang dashat. Semua
penumpang yang sudah berpelampun diturunkan melalui pintu darurat yang berada
dikanan-kiri pesawat.
◊◊◊
Cantika duduk
disana ditemani Duwe. Tangan mereka saling bertautan. Rasa rindu yang selama
ini mereka simpan keluar sudah. Berputar-putar dalam perut mereka seolah
roller-coaster dan siap dimuntahkan. Tapi, hanya air mata yang keluar.
Sukacita.
◊◊◊
“Hah itukan Duwe
daan,, Cantika??” Sheri bertanya penuh selidik. Ia memutuskan menghampiri
mereka berdua.
Cantika menggali
tanah didepannya dengan sigap dibantu Duwe saat Sheri tiba-tiba datang.
“Apa yang kalian
lakukan!?!” Pekik Sheri kaget melihat pohon cemaranya hampir dihancurkan oleh
dua manusia didepannya itu.
“Ma… Maafkan kami!
Maaf,Sher! Cantika hanya ingin mengambil diarynya yang ia kubur disini lima
tahun silam! Sungguh!” Duwe dan Cantika tampak terkejut.
Ta..tanda lahir
itu? benarkah itu dia? Tak mungkin! Tapi, buku harian? Itu pasti dia!
“Maria! Kaukah
itu?” Cantika tercengang, tak ada yang memanggilnya dengan nama kecilnya, Duwe
sekalipun. Apalagi mengingat dia sudah mualaf sekarang. Cantika menarik napas
panjang.
“Ya,Tiara. Ini
aku.” Ujar Cantika bersungguh-sungguh.
Duwe memandang dua
manusia itu, sahabat yang sudah bertahun-tahun terpisah kini sedang berpelikan
erat.
“Kau mengenal
Duwe, Mar?” Tanya Sheri penuh selidik. Cantika tersenyum tipis.
“kau ingat Martin,
ini dia!”Tunjuk Cantika pada Duwe.
“Adikmu?” Cantika
mengangguk, Sheri tak percaya “Tak mungkin!”
“Dulu, mama
menitipkan ku ke tante Mulya karena Martin harus operasi Leukimia di Singapura.
Sepulang dari Singapura, pesawat yang mereka tumpangi jatuh, hanya Martin yang
selamat. Mendengar itu tante Mulya memasukkan kami ke Panti Asuhan. Martin
dibawa ke Belanda dan aku tetap di Bandung. Aku jadi Mualaf setahun kemudian.
tiga bulan lalu, aku mendengar bahwa Martin sudah pindah ke Jakarta dan
dipanggil Duwe. Kebetulan orang tua angkatku juga mau pindah ke Jakarta. Aku
memaksa masuk sekolah ini, padahal jelas biaya disini tak murah dibanding
sekolah lainnya. Tapi, tak apa. Demi Martin.” Cantika berusaha keras menahan
air matanya yang akhirnya jatuh juga.”
◊◊◊
Hari yang indah
disekolah, Duwe, cantika, dan Sheri berjalan bersama menuju kantin. Amara
menatap mereka bingung. “Kok si anak beasiswa itu bisa akrab dengan Cantika dan
Duwe?” Tapi Royke dan Juanita hanya mengangkat bahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar